1)Usman, 2)Iradhatullah Rahim, dan
2)Abdul Azis Ambar
1)THL-TB Penyuluh Pertanian Kab. Sidenreng Rappang
2)Staf Pengajar Fapetrik UMPAR
ABSTRAK
Tujuan
penelitian adalah untuk
mengetahui pertumbuhan dan
produksi tanaman kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi pupuk organik
cair (POC) dan waktu pemangkasan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak
Terpisah (RPT) dengan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang sebanyak
tiga kali. Petak utama adalah konsentrasi POC (C) terdiri dari empat taraf,
yaitu: 0 ml/l air (C0), 10 ml/l air (C1), 20 ml/l air (C3)
dan 30 ml/l air (C4). Sedangkan anak petak adalah waktu pemangkasan
terdiri dari tiga taraf, yaitu: tanpa pemangkasan (P0), 30 hari
setelah tanam (hst) (P1) dan 60 hst (P2), yang
dilanjutkan dengan uji BNT jika perlakuan berpengaruh nyata. Hasil percobaan
menunjukkan pertumbuhan berdasarkan ILD, LAN dan LTP, serta produksi tertinggi
tanaman kacang koro pedang diperoleh pada konsentrasi POC 30 ml/l air. Waktu
pemangkasan yang memberikan hasil tertinggi pada pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang koro pedang adalah 60 hst. Interaksi antara POC dan pemangkasan
yang memberikan hasil terbaik adalah konsentrasi POC 30 ml/l air dan
pemangkasan saat tanaman berumur 60 hst, dengan produksi 3,9 ton/ha.
Kata kunci: pertumbuhan, produksi, kacang koro pedang, POC,
pemangkasan
PENDAHULUAN
Tanaman kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) merupakan tanaman
kacang polong yang sangat potensial dikembangkan sebagai komoditi alternatif
pendamping kedelai, untuk pembuatan tempe, tahu, kecap dan susu nabati. Hal ini
karena kandungan gizi koro pedang tidak kalah dengan kacang kedelai, yaitu protein 27,4%
sedangkan kedelai 39%, kandungan karbohidratnya sebesar 63,5% sementara kedelai
hanya 35,5% (Duke dalam Gustiningsi dan Dian, 2011).
Tanaman Kacang koro pedang juga
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap kacang kedelai yang terus mengalami
peningkatan harga. Peningkatan harga
tersebut disebabkan karena produksi kedelai di Indonesia hanya mampu
memenuhi sekitar 30-40% dari kebutuhan nasional sebesar 2,2 juta ton/tahun
(Fitriasari, 2010).
Produksi kedelai yang tidak seimbang
dengan tingkat kebutuhan masyarakat tersebut mendorong pemerintah untuk terus
mengembangkan komoditi pendamping kedelai, seperti kacang koro pedang. Agar
bisa mencapai program pemerintah tersebut maka produktivitas tanaman ini juga
perlu ditingkatkan. Untuk
itu diperlukan teknik budidaya yang tepat antara lain adalah pemupukan dan
pemangkasan.
Pemupukan merupakan faktor penting yang
dapat menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman kacang koro pedang. Penggunaan
pupuk sudah sangat membudaya dan para
petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan adalah sebagai salah
satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usaha taninya. Sayangnya dalam memupuk petani biasanya hanya
menggunakan pupuk anorganik. Dampak dari penggunaan pupuk anorganik menghasilkan
peningkatan produktivitas tanaman yang cukup tinggi, namun penggunaan dalam
jangka waktu yang relatif lama, umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah.
Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam
yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Indrakusuma,
2000). Salah satu solusi untuk mengatasi
masalah yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk anorganik adalah dengan
menggantikannya dengan pupuk organik.
Salah satu bentuk pupuk organik yang
mulai diminati petani adalah pupuk organik cair (POC). Pupuk ini selain dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan
produksi dan kualitas tanaman.
Selain penggunaan pupuk organik cair,
diperlukan juga pemangkasan untuk meningkatkan produksi, karena pemangkasan
dapat meningkatkan nisbah C/N yang dapat memacu tanaman menghasilkan bunga
(Sunarjono dalam Hidayat, 2005).
Pemangkasan bertujuan untuk mengurangi jumlah tunas dan pucuk batang agar
pertumbuhan buahnya maksimal. Pada tanaman koro pedang yang terlalu rimbun
sulit mendistribusikan hara sehingga buahnya kerdil dan proses pematangannya
lebih lama. Selain itu, pemangkasan juga berguna untuk mengurangi
gangguan hama dan penyakit.
TUJUAN
PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertumbuhan dan produksi tanaman kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi
pupuk organik cair dan waktu pemangkasan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan ini dilaksanakan di lahan
sawah milik petani di desa Ciro-ciroe kecamatan Watang Pulu kabupaten Sidenreng
Rappang, mulai bulan Maret sampai Juli 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
benih kacang koro pedang yang diperoleh dari hasil seleksi petani, pupuk
organik cair yang dibuat dari limbah pasar berupa buah-buahan dan sayuran,
serta pestisida organic.
Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran,
gunting pangkas, tali plastik, ajir, sabit, hand sprayer, label perlakuan,
papan, timbangan dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan.
Sebagai petak utama adalah penggunaan POC (C) yaitu : 1) tanpa POC (C0),
2) 10 ml/l air (C1), 3) 20 ml/l air (C2), dan 4) 30 ml/l
air (C3), sedangkan anak petak adalah waktu pemangkasan (P) yaitu :
1) tanpa pemangkasan (P0), 2) 30 hst (P1), dan 3) 60 hst
(P2), jumlah unit perlakuan adalah 36 unit, tiap unit terdiri dari 4
tanaman sehingga terdapat 144 pengamatan.
Pelaksanaan Penelitian
1.
Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dimulai dengan membersihkan gulma dan
sisa tanaman. Pengolahan dengan menggunakan cangkul sedalam 20 – 25 cm
dibiarkan 1 – 2 minggu, pada saat penggaruan dan perataan tanah dilakukan
pemupukan dasar dengan menggunakan bokashi. Selanjutnya pembuatan bedengan
dengan ukuran 3x1,2 meter dan saluran draenase lebar 40 cm.
2.
Pembuatan Pupuk Organik Cair
Limbah
pasar berupa buah-buahan dan sayuran (30 kg) dipotong-potong ukuran kecil dan dimasukkan dalam karung. Karung diikat dan direndam dalam
ember yang berisi air sekitar 200 liter. Gula 1 kg dilarutkan dalam air 1000 ml
dan bioaktivator EM4 I liter dimasukkan dalam ember kemudian ditutup. Dibiarkan
dan peram 1-3 minggu,, setelah diperam saring dan masukkan ke dalam wadah
yang bersih (botol) untuk disimpan dan digunakan.
3.
Penanaman
Tanah yang akan ditanami ditugal sedalam 3 - 4 cm dengan jarak 100 x 80 cm, setiap lubang
diisi dengan satu biji benih. Mata lembaga menghadap kebawah,
lubang ditutup kembali dengan bokashi.
4.
Aplikasi
Pupuk Organik Cair
Aplikasi pupuk organik cair dilaksanakan setelah tanaman
membentuk daun sempurna (umur tanaman ±15 hari setelah tanam) dan dilanjutkan
setiap 10 hari dengan cara disemprotkan. Penyemprotan dilakukan dengan
menggunakan hand sprayer keseluruh bagian tanaman (daun, tangkai dan batang)
hingga basah, dengan volume semprot rata-rata 17,28 ml pertanaman.
5.
Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan saat
tanaman berumur 30 hst dan 60 hst. Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong
tunas apikal, tunas lateral yang tidak produktif (kerdil dan tidak menghasilkan
bunga) dan daun parasit dengan menggunakan gunting pangkas.
6.
Panen dan Pasca Panen
Polong yang layak panen adalah polong yang sudah coklat
penuh/rata, panen dilakukan dengan menggunakan gunting pangkas. Polong yang sudah dipanen dijemur 2 – 3 hari,
kemudian biji dikeluarkan dari polong dengan cara membenturkan pada benda
keras, atau polongnya diplintir. Biji
tanpa polong dijemur 2-3 hari sampai kadar air 14%.
Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan uji F,
perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjutan BNT pada taraf α =
0.05.
Komponen Pengamatan
1. Aspek
Pertumbuhan
a. Indeks
Luas Daun (ILD), dihitung berdasarkan
rumus (Gardner dkk, 1991).
LTP
= ILD x LAN
d.
Pengukuran luas daun
dilakukan berdasarkan metode gravimetri (Sitompul dan Guritno dalam Lestari, dkk., 2008). Tahapan
pengukuran luas daun adalah menggambar semua daun yang akan ditaksir pada
sehelai kertas yang menghasilkan replika daun (tiruan daun). Replika daun
tersebut digunting kemudian luas daun ditaksir berdasar persamaan:
e.
Sedangkan untuk mendapatkan berat
kering (W) dilakukan dengan cara memasukkan tanaman yang sudah dibersihkan dari
kotoran ke dalam oven dengan suhu 70oC hingga didapatkan berat yang
konstan. Tanaman yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang untuk mendapatkan
berat kering (Lestari, dkk, 2008).
Keterangan:
·
W = Berat kering tanaman sampel
·
T = Waktu
·
LA1 = Luas daun pengamatan pertama
·
LA2 = Luas daun pengamatan kedua
·
GA = Luas tanah
·
W1 = Berat kering tanaman pengamatan pertama
·
W2 = Berat kering tanaman pengamatan kedua
·
T1 = Waktu pengamatan pertama
·
T2 = Waktu pengamatan kedua
·
LK = luas seluruh
kertas (cm2)
·
BKR = bobot kertas
replika daun (g)
·
BK = bobot seluruh kertas
(g)
·
Pengukuran dilakukan
setiap dua minggu dimulai pada minggu ke-2 sampai minggu ke-10.
a. Jumlah
polong pertanaman
b. Panjang
polong pertanaman
c. Jumlah
biji berpolong
d. Bobot
kering hasil 100 biji
e. Produksi
(ton/ha)
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Indeks Luas Daun (ILD)
Daun adalah organ fotosintetik tanaman
sehingga luas daun yang tercermin dari ILD penting diperhatikan. Luas daun mencerminkan luas bagian yang
melakukukan fotosintesis, sedangkan ILD mencerminkan besarnya intersepsi cahaya
oleh tanaman. Meskipun bagian batang juga ikut mengintersepsi cahaya, tetapi
lebih efektif terjadi pada daun. ILD
meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya sampai batas optimum tanaman
mengintersepsi cahaya (Sumarsono, 2008).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
perlakuan POC
berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai ILD. ILD tertinggi diperoleh dari konsentrasi POC 30 ml/l air, peningkatan ILD ini
berkorelasi dengan peningkatan luas daun, dan peningkatan luas daun disebabkan karena
pupuk organik cair mampu menyediakan unsur hara seperti Carbon (C), Nitrogen
(N), Kalium, Pospor (P).
Menurut Mapegau (2007)
nitrogen mempengaruhi peningkatan laju fotosintesis, konduktivitas stomata
terhadap C02, dan laju respirasi. Meskipun diketahui bahwa hara
nitrogen dalam daun tidak secara langsung berperan dalam fosintesis, tetapi
unsur ini adalah penyusun khlorofil yang merupakan bahan baku dalam proses
fotosintesis. Sutrisno (2011) menjelaskan bahwa selain
faktor-faktor luar seperti suhu, intensitas cahaya dan CO2 yang mempengaruhi
fotosintesis, faktor dalam yang juga penting mempengaruhi faktor ini adalah
konsentrasi klorofil, defisit air dan konsentrasi enzim.
Rizqiani, dkk (2007) menjelaskan bahwa
tanaman membutuhkan unsur hara untuk melakukan proses-proses metabolisme,
terutama pada masa vegetatif. Diharapkan unsur yang terserap dapat digunakan
untuk mendorong pembelahan sel dan pembentukan sel-sel baru guna membentuk
organ tanaman seperti daun, batang, dan akar yang lebih baik sehingga dapat
memperlancar proses fotosintesis.
Pemangkasan pada percobaan ini tidak
berpengaruh nyata dalam peningkatan nilai ILD, namun dalam interaksi kedua
perlakuan menunjukkan pengaruh positif
terhadap ILD tanaman. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pemangkasan mampu
meningkatkan efektifitas peran pupuk organik cair dalam penyediaan unsur hara.
Pemangkasan dapat mematahkan dominasi apikal. Dominasi apikal diartikan sebagai
persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan.
Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan tunas lateral akan terhambat
sampai jarak tertentu dari pucuk.
Dominasi apikal dapat dikurangi dengan
memotong bagian pucuk tumbuhan sehingga produksi auksin yang disintesis pada
pucuk akan terhambat bahkan terhenti. Hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas
lateral (Dahlia, 2001)
Gambar
1a Gambar
1b Gambar
1c
|
1b.
ILD kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi POC dan pemangkasan 30 hst
1c.
ILD kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi POC dan pemangkasan 60 hst
Laju Asimilasi Netto (LAN)
Laju asimilasi netto (LAN) adalah
kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas
daun tiap satuan waktu (g/dm2/minggu). LAN paling
tinggi nilainya pada saat tumbuhan masih kecil dan sebagian besar daunnya
terkena cahaya matahari langsung. LAN kemungkinan akan menurun pada saat
pertambahan luas daun, sehingga tidak mampu melakukan fotosintesis secara
optimal.
Data dari hasil
pengamatan menunjukkan bahwa penurunan nilai LAN secara drastis terjadi saat
tanaman berumur 14 hst sampai dengan 28 hst, selanjutnya menurun perlahan
sampai tanaman berumur 70 hst. Dalam penelitian ini interaksi antara perlakuan
pemberian POC dan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap LAN. LAN tertinggi
diperoleh pada pemberian POC konsentrasi 30 ml/ l air dan pemangkasan saat
tanaman berumur 30 hst. Pemberian pupuk organik cair berpengaruh pada tingkat
kesuburan tanaman sehingga menyebabkan pertumbuhan cabang dan daun lebih pesat,
sementara pemangkasan tunas apikal lebih awal dapat merangsang pertumbuhan
tunas lateral lebih banyak.
Menurut Raden
(2009),
meningkatnya luas daun yang seiring dengan bertambahnya umur tanaman tidak
meningkatkan fotosintesis. Hal itu diduga terjadi karena daun-daun tidak
efisien dalam melakukan fotosintesis karena daun saling menaungi. Ternaunginya
daun pada bagian bawah menyebabkan produk total fotosintat lebih sedikit
dibandingkan dengan luas daun.
Gambar
2a Gambar
2b Gambar
2c
|
Gambar 2a. LAN kacang koro pedang pada berbagai
konsentrasi POC dan tanpa pemangkasan
2b.
LAN kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi POC dan pemangkasan 30 hst
2c. LAN kacang koro pedang pada
berbagai konsentrasi POC dan pemangkasan 60 hst
Laju
Tumbuh Pertanaman (LTP)
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pemberian POC dan pemangkasan berpengaruh nyata
terhadap LTP tanaman
kacang koro pedang. Hasil tertinggi diperoleh pada penggunaan
POC
konsentrasi 30 ml/l air, dan
pemangkasan
30 hst.
Gambar
3a Gambar
3b Gambar
3c
|
Gambar 3a. LTP kacang koro pedang pada berbagai
konsentrasi POC dan tanpa pemangkasan
3b.
LTP kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi POC dan pemangkasan 30 hst
3c.
LTP kacang koro pedang pada berbagai konsentrasi POC dan pemangkasan 60 hst
Pemberian POC pada tanaman kacang koro pedang
ini diduga akan mempercepat sintesis asam amino dan protein sehingga
mempercepat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rao dan
Purwowidodo dalam Parman (2007) yang
mengatakan bahwa pupuk organik cair mengandung unsur kalium yang berperan
penting dalam setiap proses metabolisme tanaman, yaitu dalam sintesis asam
amino dan protein dari ion-ion ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan
turgor dengan baik sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme
dan menjamin kesinambungan pemanjangan sel. Sedangkan unsur Fosfor berperan dalam menyimpan dan
memindahkan energi untuk sintesis karbohidrat, protein, dan proses
fotosintesis. Senyawa-senyawa hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk senyawa
organik yang kemudian dibebaskan dalam bentuk ATP untuk pertumbuhan tanaman.
Aspek Produksi
Jumlah
Polong (polong), Panjang Polong (cm) dan Jumlah Biji Perpolong (biji) Pertanaman
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
interaksi perlakuan pemberian POC
dan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah polong, panjang
polong dan jumlah biji perpolong pada tanaman kacang koro pedang. Interaksi
perlakuan terbaik pada pengamatan jumlah polong pertanaman adalah pupuk POC 30 ml/l air dan pemangkasan 30 hst (Tabel 1), sedangkan
pada pengamatan panjang polong dan jumlah biji perpolong pertanaman justru
menunjukkan interaksi terbaik pada pupuk oranik cair 30 ml/l air dan
pemangkasan 60 hst (Tabel
2 dan 3)
. Pemberian POC pada
konsentrasi 30 ml/l air bisa memberikan hasil tertinggi dibanding dengan
konsentrasi 20 ml/l air, 10 ml/l air dan tanpa pupuk karena konsentrasi POC
yang lebih tinggi mampu memberikan unsur hara yang lebih banyak kepada
tanaman. Ini sejalan dengan pendapat
Suwandi dan Nurtika (1987) bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka
kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi. Begitu
pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada
tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan
dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada
tanaman. Untuk tanaman kacang koro pedang aplikasi pupuk organik cair ini akan
lebih tinggi hasilnya bila dikombinasikan dengan perlakuan pemangkasan.
Pada pengamatan jumlah
polong pertanaman, waktu pemangkasan terbaik yaitu 30 hst (P1), tetapi pada
pengamatan panjang polong dan jumlah biji justru yang terbaik pada pemangkasan
60 hst (P2). Pemangkasan pucuk dilakukan pada umur tanaman 30 hst merangsang pertumbuhan tunas lateral yang
lebih banyak yang diikuti keluarnya tangkai bunga di setiap cabang yang
terbentuk. Dengan jumlah tangkai bunga yang banyak akan menghasil polong yang
banyak pula. Tetapi tanaman yang menghasilkan polong yang lebih banyak justru
rata-rata panjang polongnya lebih pendek dibanding tanaman yang memiliki jumlah
polong yang sedikit sementara jumlah biji perpolong dipengaruhi oleh panjang
polong.
Adanya perbedaan ini
dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, sehingga untuk mendapatkan tanaman
yang bisa menghasil polong yang banyak dan panjang perlu adanya tambahan
nutrisi melalui tanah. Sutedjo dan Kartasapoetra (1993) mengatakan bahwa
tanaman memerlukan unsur hara yang sesuai dengan kebutuhannya dalam melakukan
proses pertumbuhan dan perkembangan. Pada saat tanaman mencapai fase generatif,
fotosintat ditranslokasikan kebagian generatif. Selanjutnya fotosintat yang
berupa karbohidrat digunakan sebagai bahan struktural dan energi dalam
pembentukan bunga.
Jumlah polong yang terbentuk dipengaruhi
oleh hara tertentu yang berperan dalam pembentukan bunga. Hara mikro yang
diserap oleh tamanan saat perlakuan dimanfaatkan dalam pertumbuhan reproduktif
seperti Bo, Ca, S dan Mo. Unsur hara mikro tersebut dimanfaatkan dalam
pembentukan serta pertumbuhan tepung sari dan bunga, pematangan biji
pembentukan protein dan bahan aktif dalam tanaman serta dapat menetralkan
asam-asam organik yang dihasilkan dalam metabolisme. Bunga yang terbentuk akan
mempengaruhi jumlah polong yang terbentuk, sehingga akan mempengaruhi berat
basah polong, berat basah biji dan berat kering biji (Hardjowigeno, 1995).
Tabel
1. Rata-rata jumlah polong pertanaman
(polong) pada berbagai aplikasi pupuk organik cair dan pemangkasan
Pupuk
Organik Cair
|
Pemangkasan
|
Rata-rata
|
NP BNT
0.05
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|||
C0
|
11.7a
|
13.0
a
|
12.3
ab
|
12.3
|
1,86
|
C1
|
12.7
abc
|
13.7
bc
|
13.0
abc
|
13.1
|
|
C2
|
13.0
abc
|
14.0
bc
|
13.3
abc
|
13.4
|
|
C3
|
13.7
bc
|
14.3
c
|
14.0
bc
|
14.0
|
|
Rata-rata
|
12.8
|
13.8
|
13.2
|
Tabel 2 Rata-rata panjang polong pertanaman (cm) pada
berbagai aplikasi pupuk organik cair dan
pemangkasan
Pupuk
Organik Cair
|
Pemangkasan
|
Rata-rata
|
NP BNT
0.05
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|||
C0
|
23.3a
|
23.4
a
|
23.7
a
|
23.5
|
1,7
|
C1
|
23.5
a
|
23.8
a
|
24.2
ab
|
23.8
|
|
C2
|
24.1
ab
|
24.6
abc
|
24.8
a
|
24.5
|
|
C3
|
24.6
abc
|
25.5
bc
|
26.0
c
|
25.3
|
|
Rata-rata
|
23.9
|
24.3
|
24.7
|
Tabel 3. Rata-rata
jumlah biji perpolong (biji) pada berbagai aplikasi pupuk organik cair dan
pemangkasan
Pupuk
Organik Cair
|
Pemangkasan
|
Rata-rata
|
NP BNT
0.05
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|||
C0
|
10.3a
|
11.0
ab
|
11.3
abc
|
10.89
|
1,2
|
C1
|
11.0
ab
|
11.3
abc
|
11.7
bc
|
11.33
|
|
C2
|
11.3
abc
|
11.7
bc
|
12.0
bc
|
11.67
|
|
C3
|
11.7
bc
|
12.0
bc
|
12.3
c
|
12.00
|
|
Rata-rata
|
11.1
|
11.5
|
11.8
|
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau
kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α=0.05.
Bobot
Kering 100 Biji (gram)
Berdasarkan
hasil pengamatan bobot kering 100 biji kacang koro
pedang menunjukkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata, tetapi kombinasi
perlakuan POC 30
ml/l air dan pemangkasan 60
hst
memberikan hasil tertinggi yaitu 125,2 gram/100 biji. Sementara perlakuan tanpa
POC
dan tanpa pemangkasan memberikan hasil terendah yaitu 122 gram/100 biji. Berat
kering 100 biji tanaman kacang koro pedang sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesuburan tanaman, panjang polong, jumlah polong dan jumlah biji yang
dihasilkan.
Menurut
Meirina, dkk (2009) Jumlah polong yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh waktu
pemupukan tetapi dipengaruhi oleh dosis perlakuan pupuk. Jumlah polong dan
ukuran polong yang terbentuk akan mempengaruhi berat basah polong, berat basah
dan kering biji. Berat basah dan kering biji dipengaruhi oleh kandungan air dan
bahan organik yang tersimpan didalam biji, sedangkan berat basah polong
dipengaruhi oleh kandungan air kulit polong dan biji didalam polong tersebut.
Sementara Hardjowigeno (1995) menyatakan
unsur N yang terdapat dalam pupuk merupakan penyusun bahan organik dalam biji
seperti asam amino, protein, koenzim, klorofil dan sejumlah bahan lain dalam
biji, sehingga pemberian pupuk yang mengandung N pada tanaman akan meningkatkan
berat kering biji.
Gambar 4. Rata-rata
bobot
kering 100 biji tiap tanaman kacang koro pedang
pada perlakuan interaksi pemberian POC dan pemangkasan.
Produksi (ton/ha)
Meskipun hasil analisis ragam
produksi (ton/ha) kacang koro pedang menunjukkan perlakuan pemberian POC
berpengaruh nyata dan interaksi perlakuan pemberian POC dan pemangkasan
berpengaruh sangat nyata terhadap produksi (ton/ha) kacang koro pedang, tetapi
selisih produksi antara semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Jumlah produksi tertinggi yaitu 3,9 ton/hektar pada perlakuan POC 30 ml/l air dan pemangkasan 60 hst, sedangkan produksi terendah yaitu
2,65 ton/hektar pada perlakuan tanpa POC dan tanpa pemangkasan.
Tabel 4.
Rata-rata produksi (ton/ha) pada berbagai
aplikasi pupuk organik cair dan
pemangkasan
Pupuk
Organik Cair
|
Pemangkasan
|
Rata-rata
|
NP BNT
0.05
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|||
C0
|
2.6a
|
3.2
ab
|
3.1
ab
|
2.97
a
|
Interaksi
= 0,7
|
C1
|
3.0
ab
|
3.4
bc
|
3.5
bc
|
3.31
ab
|
POC =
0.6
|
C2
|
3.2
ab
|
3.5
bc
|
3.6
bc
|
3.43
ab
|
|
C3
|
3.5
bc
|
3.6
bc
|
3.9
c
|
3.67 b
|
|
Rata-rata
|
3.1
|
3.4
|
3.5
|
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti oleh
huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
berdasarkan uji BNT pada taraf α=0.05.
Produksi kacang koro
pedang tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah unsur hara yang diterima dan
pemangkasan, tetapi faktor iklim juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman ini. Apabila tanaman ditanam pada kondisi iklim yang tidak sesuai, maka
produktivitasnya sering kali tidak seperti yang diharapkan.
Kondisi ini juga
terjadi pada penelitian yang telah dilaksanakan pada tanaman kacang koro
pedang, yang pada awal pertanaman intensitas hujan turun cukup tinggi,
akibatnya pertumbuhan tanaman terganggu yang ditandai dengan menguningnya daun
dan masa pertumbuhan vegetatif yang panjang. Hal yang sama dijelaskan oleh
Anonim (2012) bahwa kondisi curah hujan tinggi, menyebabkan pertumbuhan
vegetatif/tunas cenderung terus berkembang,sehingga biasanya pembentukan buah
tidak terlalu optimal. Baskara (2011) menegaskan bahwa hujan yang terlalu keras akan
mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah. Menurut Sutarno dalam Nasution
(2009) Studi tentang perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam
hubungannya dengan perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk
faktor iklim yang dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah
curah hujan, hal ini adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak
langsung penting untuk pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan
buah pada tumbuhan tropis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan
berdasarkan ILD, LAN dan LTP tanaman kacang koro pedang didapat hasil tertinggi
pada konsentrasi pupuk organik cair 30 ml/l air.
2. Produksi
tanaman kacang koro pedang tertinggi diperoleh pada konsentarsi pupuk organik
cair 30 ml/l air.
3. Waktu
pemangkasan yang memberikan hasil tertinggi pada pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang koro pedang pada saat tanaman berumur dua bulan setelah tanam.
4. Interaksi
antara pemberian pupuk organik cair dengan waktu pemangkasan yang memberikan
hasil terbaik adalah konsentrasi pupuk cair 30 ml/l air dan pemangkasan saat
tanaman berumur dua bulan setelah tanam.
5. Produktsi
tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk organik cair 30 ml/ l air dan
pemangkasan dua bulan setelah tanam (C3P2), yaitu 3,9 ton/ha.
Saran
Untuk memperoleh hasil yang lebih baik
perlu penelitian lebih lanjut terhadap tanaman kacang koro pedang dan waktu
penyemprotan pupuk organik cair. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut
tentang waktu pemangkasan yang tepat. Disarankan memilih waktu pemangkasan 30
hst, 45 hst dan 60 hst.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2012. Penyakit Embun Tepung dan Embun Bulu. http://kliniktaniorganik.com.
(diakses
pada tanggal 04 Agustus 2012).
Baskara.
2011. Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Kacang Jenis Pelanduk
dan Gajah. http://baskara90.wordpress.com. (diakses pada tanggal 04 Agustus
2012).
Dahlia. 2001. Petunjuk
Praktikum Fisiologi Tumbuhan.UM Press: Malang.
Fitriasari,
R.M. 2010. Kajian Penggunaan Tempe koro Benguk (Mucuna pruviens) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) dengan Perlakuan Variasi Pengecilan Ukuran
(pengirisan dan Penggilingan) Terhadap Karakteristik Kimia dan Sensoris Nugget
Tempe Koro. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Gardner,
F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Gustiningsi, D. dan Dian Andrayani.
2011. Potensi Koro Pedang (Canapalia ensiformis)
dan Saga Pohon (Aghenenthara povonina)
Sebagai Alternatif Subtitusi Bahan Baku Tempe. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo,
Jakarta.
Hidayat, R. 2005. Pengaruh
Pemangkasan Produksi dan Kombinasi Dosis Pupuk Buatan terhadap Pertumbuhan dan
Pembungaan Tanaman Mangga (Mangifera
indica L.) Cv. Arumanis. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan
Nasional. Jawa Timur.
Indrakusama. 2000. Proposal Pupuk
Organik Cair Supra Alami Lestari. PT. Surya Pratama Alam. Yogyakarta.
Lestari,G.H.,
Solichatun dan Sugiyarto (2008). Pertumbuhan, Kandungan Klorofil, dan Laju
Resfirasi Tanaman Garut (Maranta
arundinacea L.) setelah Pemberian Asam Giberelat (GA3). Bioteknologi 5
(1): 1-9, Mei 2008, ISSN: 0216-6887. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Meirina,T. Darmawanti, S. dan
Haryanti, S. (2009). Produktivitas
Kedelai (glycine max (l.) Merril var. Lokon) Yang Diperlakukan
dengan Pupuk Organik Cair Lengkap Pada Dosis dan Waktu Pemupukan yang Berbeda. Lab.
Biologi Struktur Dan Fungsi Tumuhan, Jurusan Biologi MIPA UNDIP
Mapegau. 2007. Pengaruh Pupuk
Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau. Agripura Vol. 3
No.2 Desember 2007.
Nasution, A, S. 2009. Hubungan Faktor Iklim dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. http://sanoesi.wordpress.com.
(diakses
pada tanggal 04 Agustus 2012).
Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian
Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No.
2, Oktober 2007.
Raden, I. 2009. Hubungan Arsitektur
Tajuk dengan Fotosintesis Produksi dan Kandungan Minyak Jarak (Jatropha cuicas L). Sekolah Pasca
Sarjana IPB Bogor.
Rizqiani,
F.N. Erlina A. dan Nasih WY. 2007. Pengaruh
Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Ilmu Tanah dan Lingkungan
Vol. 7 No. 1.
Sumarsono,
S. 2008. Analisis kuantitatif
pertumbuhan Tanaman kedelai (Soy beans)(Growth Quantitaive Analysis of Soy
beans). Project Report. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Sutedjo, M. M dan A. G.
Kartasapoetra. 1993. Pupuk dan Cara
pemupukan. Bhineka Cipta. Jakarta.
Sutrisno, B. 2011. Pengaruh
Intensitas Cahaya dan Suhu terhadap Laju Fotosintesis. http://bambangsutrisno46.blogspot.com.
(diakses pada 2 Agustus 2012).
Suwandi dan N, Nurtika. 1987.
Pengaruh Pupuk Biokimia “Sari Humus” pada Tanaman Kubis. Buletin Penelitian Hortikultura.
No comments:
Post a Comment